Episode 1: Mimpi Aan di Lantai Tiga
Aan duduk di sudut kamarnya yang sempit, di lantai tiga sebuah rumah kos tua di pinggiran kota. Di luar, hujan turun dengan deras, menciptakan suara gemericik yang menenangkan. Ia menatap poster besar yang tertempel di dinding, gambar sebuah pesta pernikahan yang megah dengan dekorasi yang sempurna—meja panjang dihiasi bunga putih dan lilin-lilin yang berkilauan. Pesta itu, meski hanya sebuah gambar, terasa begitu nyata baginya.
Setiap detail di dalam foto itu seperti membelai rasa ingin tahunya. Bunga-bunga yang indah, tirai-tirai berkilau, lampu-lampu gantung yang menyala hangat, semua tampak seperti hidup. Sebuah dunia yang penuh kemewahan dan keindahan yang sama sekali tidak ia ketahui sebelumnya, tetapi juga dunia yang ia rasa bisa menjadi bagian darinya.
"Dekorasi..." ia bergumam, mengulangi kata itu dengan hati-hati, seperti menemukan sesuatu yang baru, sesuatu yang mungkin bisa mengubah hidupnya. Di luar sana, dunia menantinya. Dunia yang penuh dengan perayaan, momen penting dalam hidup setiap orang, dan di sana ada peluang. Peluang yang tidak tampak besar, tapi begitu memikat.
Malam itu, Aan memutuskan untuk berani. Lulus dari SMA dengan nilai yang biasa saja, dan belum tahu pasti akan bekerja di mana, ia merasa sudah waktunya untuk membuat langkah besar. Usaha dekorasi. Sebuah kata yang sering ia dengar, tetapi jarang ia pahami. Panggung-panggung pernikahan, pesta ulang tahun, bahkan acara-acara perusahaan yang membutuhkan dekorasi, semuanya seolah saling berhubungan dengan dunia yang ia inginkan. Dunia yang ia bisa ciptakan.
Dengan setumpuk ide yang muncul begitu saja dalam pikirannya, ia mulai mengumpulkan beberapa alat—kertas, pensil, dan buku catatan yang sudah lama tak terpakai. Ia mulai menggambar sketsa. Ada sesuatu yang membakar semangatnya begitu sketsa pertama terbentuk. Lampu-lampu kecil yang ia buat dengan goresan pensil, meja yang dihiasi bunga, dan suasana yang terang dengan sentuhan elegan.
Ia tahu, ia tidak punya pengalaman, dan ia juga tidak punya banyak uang. Tapi ada satu hal yang ia miliki: keyakinan. Keyakinan yang datang begitu saja, seolah sebuah sinyal dari dalam dirinya yang mengatakan bahwa ia bisa.
Keesokan harinya, tanpa pikir panjang, Aan membuka akun media sosial untuk bisnisnya. Nama yang ia pilih sederhana—Dekor Aan. Tidak ada yang tahu siapa dia, seorang pemuda yang baru saja memulai. Tetapi bagi Aan, itu adalah langkah pertama untuk menemukan tempatnya di dunia ini.
Ia menghabiskan beberapa minggu berikutnya dengan bekerja keras. Mengunjungi toko-toko bunga, belajar tentang jenis bunga yang tepat untuk acara pernikahan, berlatih menata kursi, dan mempelajari cara mengatur pencahayaan agar ruangan terasa lebih hidup. Ia juga mencari bahan-bahan yang dapat ia gunakan dengan harga terjangkau, mulai dari kain untuk tirai, meja kecil, hingga kursi yang bisa dipindahkan dengan mudah. Ia bekerja sendiri, tidak ada tim yang membantu, dan kadang merasa lelah, tapi ia tahu bahwa ini adalah awal dari perjalanan panjang yang harus ia tempuh.
Malam itu, ia menerima pesan pertama lewat akun media sosialnya. Seorang wanita yang ingin merayakan ulang tahun suaminya, dan membutuhkan dekorasi sederhana untuk pesta kecil di rumah. Itu bukan pekerjaan besar, tapi bagi Aan, itu adalah pekerjaan pertama yang akan membuktikan bahwa ia bisa.
Dengan rasa gugup dan bersemangat, ia merencanakan segala sesuatunya. Dan dengan keberanian yang tak terduga, ia akhirnya mengangkat telepon dan berkata, "Tentu, saya akan menyiapkannya untuk Anda. Saya akan pastikan semuanya sempurna."
Dekorasi pertama Aan akan menjadi awal dari perjalanan panjang yang penuh tantangan, penuh kegagalan, dan tentu saja, penuh harapan. Namun, malam itu, ia merasa sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Sebuah rasa percaya diri yang muncul dari ketidakpastian, sebuah mimpi yang mulai terbentuk.
Di luar sana, hujan masih turun, tetapi di dalam kamarnya, Aan mulai merencanakan masa depannya.